Alumni STIKes Madani Yogyakarta angkatan 2010
TERAPI CAIRAN PARENTERAL
Pemberian cairan intravena tidak hanya sering dilakukan di rumah sakit, tetapi juga makin sering dilakukan di rumah untuk penggantian cairan, pemberian obat, dan penyediaan nutrien jika tidak ada pemberian dengan cara lain.
A. Tujuan
Pilihan untuk memberikan larutan intravena tergantung pada tujuan spesifik untuk apa hal itu dilakukan. Umumnya cairan intravena diberikan untuk mencapai satu atau lebih tujuan, yaitu :
- Untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari
- Untuk menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit
- Untuk menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena
B. Jenis – Jenis Larutan Intravena
Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya (anion ditambah kation) kira – kira 310 mEq/L. larutan dianggap hipotonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya melebihi 375 mEq/L.
1. Cairan Isotonis
Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut membengkak. Komposisi cairan ini mungkin atau mungkin juga tidak mendekati komposisi CES.
Larutan dektrosa 5% dalam air mempunyai osmolalitas serum sebesar 252 mOsm/L. Sekali diberikan glukosa dengan cepat dimetabolisasi, dan larutan yang pada awalnya merupakan larutan isotonis kemudian berubah menjadi cairan hipotonik.
Dektrosa 5% dalam air terutama dipergunakan untuk mensuplai air dan untuk memperbaiki osmolalitas serumyang meningkat.
Salin normal (0,9% natrium klorida) selain normal sering digunakan untuk mengatasi kekurangan volume ekstraseluler .meskipun disebut sebgai ‘normal,’ selain normal hanya mengandung natrium dan klorida dan tidak merangsang CES secara nyata larutan riger mengandung kalium dan kasium selain natrium klorida. Larutan riger lactate juga mengandung prekursor bikarbonat.
2. Cairan Hipotonik
Salah satu tujuan dari larutan hipotonik adalah untuk mengantikan cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotois dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainya adalah untuk menyediyakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh .infus larutan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya deplesi cairan intravaskuler, penurunan tekanan darah, edema seluler, dan kerusakan sel. Larutan ini menghasikan tekanan osmotik yang kurang dari cairan ekstraseseluler
3. Cairan Hipertonik
Jika dekstrosa 5% ditambahkan pada salin normal atau larutan Ringer, osmolalitas totalnya melebihi osmolalitas CES. Dekstrosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi seperti dekstrosa 50% dalam air, diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan kalori. Laruta salin juga tersedia dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada CES. Larutan – larutan ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke kompartemen ekstraseluler dan menyebabkan sel – sel mengkerut. Jika diberikan dengancepat atau dalam jumlah besar, mereka mungkin menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulator dan dehidrasi.
C. Substansi Lain yang Diberikan Secara Intervena
Jika saluran gastrotestinal pasien tidak dapat menerima makanan, kebutuhan nutrisi sering kali dipenuhi melalui intravena. Pemberian parenteral mungkin termasuk konsentrasi tinggi dari glukosa, protein, atau lemak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Banyak pengobatan juga diberikan secara intravena, baik melalui infus atau langsung ke dalam vena.
D. Penatalaksanaan Keperawatan Pada Pasien yang Mendapat Terapi Intravena
Sebelum melanjutkan dengan fungsi vena, penting artinya untuk memilih tempat yang paling sesuai dan jenis kanula yang paling sesuai untuk pasien tertentu. Faktor – faktor yang mempengaruhi pilihan – pilihan ini termasuk jenis larutan yang akan diberikan, lamanya terapi intravena yang diharapkan, keadaan umum pasien, dan vena yang digunakan. Keterampilan orang yang melakukan pemasangan infus juga merupakan pertimbangan penting.
1. Pemilihan Tempat
Vena diekstremitas dipilih sebagai lokasi perifer dan pada mulanya merupakan tempat satu –satunya yang digunakan oleh perawat. Karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki, vena – vena di ekstremitas atas paling sering digunakan. Vena – vena kaki sebaiknya sangat jarang kalaupun pernah, digunakan karena resiko tinggi dan dapat dilakukan hanya sesuai dengan program medik dokter.
Vena sentral yang sering digunakan oleh dokter termasuk vena subklafia dan vena jugularis interna. Adalah memungkinkan untuk mengakses (atau mengkanulasi) pembuluh darah yang lebih besar ini bahkan ketika vena parefer sudah kolaps, dan vena ini memungkinkan pemberian larutan osmolar tinggi. Meskipun demikian, bahayanya jauh lebih besar dan mungkin termasuk penusukan yang kurang hati – hati masuk ke dalam arteri atau rongga pleura.
Hal – hal brikut yang menjadi pertimbangan ketika memilih tempat penusukan vena :
a. Kondisi vena
b. Jenis cairan atau obat yang akan diinfuskan
c. Lamanya terapi
d. Usia dan ukuran pasien
e. Riwayat kesehatan dan status pasien sekaran
f. Keterampilan tenaga kesehatan
Vena harus dikaji dengan palpasi dan inspeksi. Vena harus teraba kuat, elastis, besar, dan tidak keras, datar, atau bergelombang. Karena arteri terletak dekat vena dalam fosa antekubital, pembuluh darah harus dipalpasi terhadap pulpasi arteri (bahkan dengan terpasangnya turniket) dan dihindari pemasangan kanul pada pembuluh darah yang berpulsasi. Pedoman umum untuk memilih kanul termsuk :
a. Panjang kanul 1,8 cm – 3 cm
b. Kateter dengan diameter yang kecil untuk memenuhi ruang minimal dalam vena
c. Ukuran 20 – 22 untuk banyaknya cairan IV; ukuran yang lebih besar untuk larutan yang mengiritasi atau kental, ukuran 18 untuk pemberian darah.
2. Perlengkapan Pungsi Vena
Jalur Akses PICC dan MLC. Pasien – pasien yang menerima perawatan kesehatan di rumah yang membutuhkan terapi perenteral jangka menengah sampai jangka panjang sering kali harus dipasang kateter sentral yang terpasang secara perifer (PICC) atau kateter midline (MLC), MLC digunakan untuk pasien yang tidak mempunyai akses perifer terapi membutuhkan antibiotika IV, darah dan nutrisi parenteral. Sistem pemberian IV Tanpa Jarum. Sebagai upaya untuk menurunkan cedera tusukan jarum dan pemajanan terhadap HIV, hepatitis, dan patogen lain yang ditularkan melalui darah, banyak rumah sakit menerapkan sistem pemberian intravena tanpa jarum.
3. Menginformasikan Pasien
Kecuali pada situasi kedaruratan, pasien harus disiapkan sebelumnya untuk infus intravena. Uraian singkat tentang proses pungsi vena, informasi tentang lamanya infus yang diperkirakan, dan pembatasan aktivitas merupakan topik – topik penting.
4. Persiapan Letak Infus
Karena infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari terapi intravena, peralatan intravena harus steril, juga wadah dan selang parenteral. Perawat harus menggunakan sarung tangan sekali pakai tidak steril selama prosedur pungsi vena karena tingginya kemungkinan kontak dengan darah pasien.
E. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Aliran Gravitasi IV
Aliran dari infus intravena tunduk pada prinsip –prinsip yang sama yang mengatur perpindahan cairan secara umum :
- Aliran berbanding langsung dengan ketinggian bejana cairan. Menaikkan ketinggian wadah infus dapat memperbaiki aliran yang tersendat – sendat
- Aliran berbanding langsung dengan diameter selang. Klem pada selang IV mengatur aliran dengan mengubah diameter selang . selain itu, aliran akan lebih cepat melalui kanula dengan diameter besar
Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi terapi seringkali lebih serius dibandingkan komplikasi lokal dan termasuk kelebihan sirkulasi, emboli udara, reaksi demam, dan infeksi
F. Komplikasi Sistemik
Kelebihan Beban Cairan. Membebani sistim sirkulatori dengan cairan intravena yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dispnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk infus larutan IV yang cepat atau penyakit hati, jantung, atau ginjal. Hal ini terutama mungkin terjadi pada pasien dengan gangguan jantung dan disebut dengan kelebihan beban sirkulasi.
Emboli Udara. Bahaya emboli udara selalu ada meskipun tidak sering terjadi. Emboli udara paling seriung berkaitan dengan kanulasi vena – vena sentral. Adanya embolisme udara mungkin dimanifestasikan dengan dispnea dan sianosis, hipotensi, nadi yang lema, cepat hilangnya kesadaran, dan nyeri dada, bah, dan punggung bawah. Pengobatan komplikasi ini adalah dengan segera mengklem kateter, membaringkan pasien miring ke kiridalam posisi Trendelenburg, mengkaji tanda–tanda vital dan bunyi napas, dan memberikan oksigen. Komplikasi embolisme udara termasuk syok dan kematian.
Septikemia. Adanya substansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat mencetuskan terjadinya reaksi demam dan septikemia. Dengan reaksi semacam ini, perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh mendadak segera setelah infus dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernapasan, mual dan muntah, diare, demam dan menggigil, malaise umum dn jika parah, kolaps vaskular.
Tindakan untuk mencegah infeksi merupakan hal yang penting pada saat melakukan pemasangan jalur IV dan sepanjang periode pemberian infus. Beberapa cara ini termasuk berikut ini :
- Mencuci tangan dengan teliti sebelum kontak dengan bagian apapun dari sistem infus atau dengan pasien
- Mengevaluasi penampung IV akan adanya keretakan, kebocoran, atau kekeruha, yang mungkin menandakan suatu larutan yang terkontaminasi
- Menggunakan teknik aseptik yang kuat
- Menempatkan kanula IV dengan kuat untuk mencegah pergerakan keluar masuk
- Memeriksa tempat penusukan IV setiap hari dan mengganti balutan steril
- Melepaskan kateter IV pada adanya tanda pertama peradangan lokal, kontaminasi, atau komplikasi
- Mengganti kanula IV yang dipasang saat keadaan gawat (dengan asepsis yang dipertanyakan) sesegera mungkin
- Menggganti kantorng setiap 24 jam dan seluruh set pemberian sedikitnya setiap 48 sampai 72 jam, dan setiap 24 jam jika produk darah atau lemak yang diinfuskan.
G. Komplikasi Lokal
1. Infiltrasi
Pergeseran jarum dan infiltrasi lokal dari larutan ke dalam jaringan subkutan bukanlah hal yang jarang terjadi. Infiltrasi ditunjukkan dengan edema disekitar tempat penusukan, ketidaknyamanan, dan rasa dingin di areainfiltrasi, dan penurunan kecepatan aliran yang nyata. Jika larutan yang dipergunakan bersifat mengiritasi, kerusakan jaringan dapat terjadi.
2. Flebitis
Flebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristik dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di daerah penusukan atau sepanjang vena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan.
3. Tromboflebitis
Tromboflebitis mengacu pada adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Hal ini dikarateristik dengan adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar tempat penusukan atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. Perawat termasuk menghentikan IV, memberikan kompres hangat, meninggikan ekstremitas, dan memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan.
4. Hemotoma
Hemotoma terjadi sebagai akibat dari kebocoran darah ke jaringan di sekitar tempat penusukan. Hal ini dapat disebabkan karena pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum bergeser keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda – tanda dan gejala dari hematoma termasuk ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusuka, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.
5. Bekuan (clotting)
Bekuan pada jarum merupakan komplikasi lokal yang lain. Hal ini disebabkan karena selang IV yang tertekuk, kecepatan aliran yang terlalu lambat, kantong IV yang kosong, atau tidak memberikan alairan setelah pemberian obat atau larutan intermiten. Tanda dan gejalanya adalah penurunan kecepatan aliran dan aliran darah kembali ke selang IV.
Jika terjadi bekuan, jalur IV harus dihentikan. Perawatan terdiri dari tidak mengirigasi atau melakukan pemijatan pada selang, tidak mengembalikan aliran dengan meningkatkan kecepatan atau menggantung larutan lebih tinggi, dan tidak melakukan aspirasi bekuan dari kanul. Pada beberapa kasus urokinase (Abbokinase) disuntukkan ke dalam kateter untuk membersihkan bekuan yang diakibatkan oleh fibrin atau bekuan darah.
Sumber:
0 comments:
Post a Comment