Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Eliminasi Fekal

Alumni STIKes Madani Yogyakarta angkatan 2010


Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Eliminasi Fekal




     A.    DEFENISI
Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus, makanan yang sudah di cerna kemudian sisanya akan di keluarkan dalam bentuk fases. Sisten pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk  diserap serta bercampur dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan baik dengan cara mengunyah, menelan dan  mencampur menjadi zat-zat gizi.
     
     B.     ANATOMI DAN FISIOLOGI ELIMINASI FEKAL
Organ saluran pencernaan di bagi menjadi dua bagian yaitu; organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah.
1.      Saluran gastrointestinal bagian atas.
Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring, esophagus dan lambung.
a.      Mulut
Mulut merupakan jalan masuknya makanan yang pertama kali untuk system pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, secara umum mulu terdiri atas dua bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruangan yang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, platum dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung ke faring. Platum terdiri atas platum durum (platum keras) yang tersusun tajuk-tajuk platum dari sebelah depan tulang maksilaris dan platum mole (platum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan sela[ut lendir.
Rongga mulut berhubungan dengan orofaring yang di sebut dengan faucium yang terdapat dua lengkungan yaitu palatofaringeal dan palatoglossal. Diantara kedua lengkungan ini terdapat jaringan limfoid yang disebut tonsil.
Di rongga mulut makanan yang masuk akan di cerna secara mekanik denagn cara di cabik-cabik dan kunyah, serta secara kimiawi melaui peran enzim dan saliva.
b.      Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfa yang terbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan letaknya di belakang rongga mulut di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang di sebut ismus fausium.
c.       Esofagus
Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi kartilago cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang menelan, maka sfingter akan berelaksasi secra otomatis dan akan membiarkan makanan tau minuman masuk ke dalam lambung.
d.      Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan kelanjutan dari esophagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan duodenum. Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan yang di hasilkan lambung.
      Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian atas berdekatan dengan sfingter gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak langsung dengan diafragma), korpus (area yang paling besar) dan pylorus (bagian lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus). Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior.
2.      Saluran gastrointestinal bagian bawah
      Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan    anus.
a.      Usus halus
      Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter pylorus lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan mesenterika yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk. Mesenterika ini di lapisi pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding usus.
      Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm. walaupun setiap orang memiliki ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut denga usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika di bandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum (2,5 cm) ileum (3,6 cm).
      Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas, mengabsorbsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme ke usus besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang di hasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pancreas yang di lepaskan oleh usus halus. Senyawa yang di hasilakan  oleh usus halus adalah:
      -          Disakaridase. Berfungsi munguraikan disakarida menjadi monosakarida.
      -          Eripsinogen. Berfungsi eripsin yang yang belum aktif yang akan di ubah menjadi eripsin. Eripsin mengubah pepton menjadi asam amino.
     -          Hormon sekretin. Berfungsi merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa kimia yang di hasilkan ke usus halus.
     -          Hormon CCK (kolesistokinin). Berfungsi merangsang hati untuk mengeluarkan cairan empedu kedalam usus halus.
      Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat) yang kemudian dengan bantuan peristaltic akan di dorong menuju usus besar.
b.      Usus besar atau kolon
      Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar terbagi menjadi 3 bagian yaitu: kolon asenden, kolon transversum dan kolon desenden. Fungsi dari kolon yaitu:
       1.      Menyerap air selama proses pencernaan.
     2.  Tempat di hasilakannya vitamin K dan vitamin H (biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus misalnya E, coli.
      3.      Membentuk massa fases.
      4.      Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (fases) keluara dari tubuh.

c.       Rektum
      Rectum merupakan lubang tempat pembuangan fases dari tubuh. sebelum dibuang lewat anus fases akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila fases sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos dan otot lurik.
   
      C.    PROSES DEFEKASI
      Defekasi adalah proses pembuangan tau pengeluaran sisa metabolisme berupa fases dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Proses defekasi terbagi menjadi dua macam reflex yaitu:
1.      Reflex defekasi intrinsic
      Reflex ini berawal dari fases yang masuk ke rectum ehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltic. Setelah fases sampai anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah defekasi.

             2.      Reflex defekasi parasimpatis
      Fases yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal. Dari jaras spinal kemudian di kembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektumyang menyebabkan intensifnya peristaltic, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.
      Dorongan fases juga di pengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diaragma, dan kontraksi ototelevator. Defekasi di permudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang di hasikan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO², metana, H²S, O² dan nitrogen. Fases terdiri atas 75% air dan 2,5% materi padat. Fases normal berwarna kuning kecoklatan karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun bebentuk.

     D.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DEFEKASI
1.      Usia
Pada usia bayi control defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut control defekasi menurun.
            2.      Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
           3.      Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebebkan fases menjadi lebih keras di sebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat.
           4.      Aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan mempermudah bahan feses bergerak sepanjang kolon.
           5.      Fisiologi
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan diare.
           6.      Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
           7.      gaya hidup
Kebisaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar.
           8.   Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
           9.   Anastesi dan pembedahan
Anastesi umumdapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.
           10.  Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
      
     E.     MASALAH-MASALAH ELIMINASI FEKAL
            1. Konstipasi
                 Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya fases yang kering dan keras melalui usus besar.
            2. Impaksi fekal
Massa fases yang  keras di lipatan rektun yang di akibatkan oleh retensi dan akumulasi material fases yang berkepanjangan.
3.   Diare
Keluarnya fases cairan dan meningkatnya frekwensi buang air besar akibat cepatnya kimus melewati usus besar sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerapa air.
4.   Inkontinensia alvi
Hilangnhya kemampuan otot uantuk mengontrol pengeluaran fases dan gas melalui sfingter anus akibat kerusakan sfingter atau oersarafan daerah anus.


5.   Kembung
Flatus yang berlebihan di daerah intenstinal sehingga menyebabkan distensi intastinal.
6.   Hemoroid
Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan daerah tertentu.

     F.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Inkontinensia berhubungan dengan diare kronik yang di tandai dengan ketidakmampuan menunda defekasi.
2.      Konstipasi berhubungan dengan asupan serat tidak cukup ysng di tandai dengan nyeri abdomen.
3.      Diare berhubungan dengan tingkat stress tinggi yang di tandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari.

    G.    TUJUAN DAN PERENCANAAN
Tujuan:
       -          Pola eliminasi normal
       -          Pergerakan feses terkendali
       -          Warna feses normal
       -          Suara peristaltic  normal
       -          Tidak diare
       -          Tidak konstipasi
       -          Tidak nyeri pada perut
 Intervensi:
      -          Catat pergerakan terakhir feses
      -          Ajari pasien tentang suara normal peristaltik
      -          Monitor pergerakan feses termasuk frekwensi, jumlah, bentuk, volume dan warna.
      -          Monitor suara peristaltic usus
      -          Laporkan pertambahan frekwensi
      -          Laporkan pengurangan suara feses/monitor tanda dan gejala diare, konstipasi dan impaction.
      -          Beri obat rectal (supositoria)
-          Evaluasi pemberian obat
-          Berikan makanan yang sesuai  kondisi klien


Referensi
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC, 2009.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta

0 comments:

Post a Comment

 

Arifuddin, S.Kep Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger