Terapi Cairan Parenteral 3

Alumni STIKes Madani Yogyakarta angkatan 2010


Terapi Cairan Parenteral 





PENDAHULUAN
Air merupakan unsur vital untuk makhluk hidup. Kira-kira 55-60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas air, dan pada bayi dan anak total air tubuh lebih tinggi lagi yakni 80% pada bayi baru lahir dan 70% pada anak. Jadi mudah dipahami bahwa gangguan keseimbangan air akan sangat mempengaruhi kondisi tubuh. Air tubuh yang sebanyak 60% ini, tersebar di tiga kompartemen cairan tubuh yakni:
1.      Intraselular ( di dalam sel)
2.      Interstisial (antar sel)
3.      Intravaskular (di dalam pembuluh darah)
Cairan intravascular dan cairan interstisial keduanya disebut juga cairan ekstraseluler.
Dalam keadaan sehat, tubuh memiliki mekanisme keseimbangan atau homeostasis yang mengatur asupan dan pengeluaran air. Sebagai contoh, jika kita kurang minum air maka produksi air kemih akan berkurang untuk menjaga kadar air tubuh dalam batas-batas normal. Juga, jika tubuh kekurangan air setelah olah raga maka kita akan merasa haus dan minum. Ini adalah mekanisme kompensasi tubuh.
Pada keadaan-keadaan di mana asupan air sangat berkurang sekali atau kehilangan air sangat berlebihan atau cepat, tubuh tidak bisa melakukan kompensasi dengan adekuat, sehingga seseorang jatuh dalam keadaan yang dinamakan dehidrasi.
Dehidrasi bisa terjadi akut dan kronis sesuai dengan penyebabnya. Pada diare berat dan muntaber, bisa terjadi dehidrasi akut yang berat yang mengancam jiwa, karena banyak kehilangan air dari kompartemen ekstraseluler. Sebaliknya pada pasien yang sakit dan dirawat inap karena diare kronis, asupan minum yang kurang atau ada demam tinggi, terdapat kekurangan air juga di kompartemen intraseluler. Biasanya dehidrasi tidak seberat pada diare, dan jenis cairan yang diberikan untuk mengatasi kedua jenis dehidrasi inipun berbeda. Di samping kekurangan air dan elektrolit, beberapa pasien rawat-inap dengan asupan makan yang kurang juga mengalami kekurangan zat gizi, sehingga tidak jarang kita lihat bahwa pasien  diberikan infus yang mengandung asam amino dan karbohidrat untuk dukungan nutrisi.
Khusus untuk Indonesia, dimana insiden demam berdarah dan diare yang tinggi dan semakin banyak penduduk yang terancam  dari tahun ke tahun, pemahaman tentang produk infus dan terapi cairan tentunya sangat penting.

APA ITU TERAPI CAIRAN
Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Pada pasien-pasien yang mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk menyelamatkan jiwanya. Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan oral (lewat mulut). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, atau asupan oral tidak memungkinkan, misal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar, biasanya diberikan cairan melaui infus.
 Terapi cairan melalui infus dikerjakan mulai dari Rumah Sakit yang paling canggih sampai kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis s/d Dokter ahli. Ini merupakan bagian manajemen pasien dan salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan  untuk “menolong” pasien.

Tujuannya  bermacam-macam mulai dari yang samar sampai yang paling tegas
1.      IV line : Berjaga-jaga, jalan obat.
2.      Resusitasi
3.      Pemberian elektrolit rumatan
4.      Parenteral feeding

IV line sering disebut juga infus jaga, artinya diberikan sebagai jalan masuk obat suntik ke dalam pembuluh darah balik (catatan i.v artinya intravena atau di dalam pembuluh darah balik). Pada infus jaga, pasien umumnya masih bisa mendapat air cukup dari minum, jadi jumlah cairan yang diperlukan tidak banyak, misal hanya 500 ml per hari atau kurang.
Terapi cairan resusitasi adalah pemberian cairan untuk menyelamatkan jiwa pasien yang mengalami syok karena dehidrasi akut dan berat atau perdarahan. Di sini cairan infus diberikan dengan cepat dan dalam jumlah cairan yang besar sesuai dengan derajat dehidrasi atau perdarahan yang terjadi. Terapi cairan rumatan bertujuan mengganti kehilangan air normal harian pada pasien rawat inap. Seringkali pasien rawat-inap karena kondisi sakitnya tidak bisa mengkonsumsi air dan elektrolit dalam jumlah cukup melalui minum, sehingga memerlukan dukungan infuse untuk memenuhi kebutuhan hariannya agar tidak jatuh dalam gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang bisa mengancam jiwa. Jenis dan jumlah dan kecepatan cairan rumatan yang diberikan kepada pasien berbeda dengan cairan resusitasi.
Terakhir adalah Parenteral feeding atau nutrisi parenteral. Parenteral artinya pemberian selain melalui enteral. Dengan kata lain, nutrisi parenteral adalah pemberian infus zat gizi (bisa asam amino, karbohidrat dan lipid) ke dalam pembuluh balik atau vena. Nutrisi parenteral ini diberikan pada pasien yang kekurangan gizi atau asupan gizi melalui oral   diperkirakan akan terhambat oleh kondisi penyakit pasien.

JENIS CAIRAN INFUS
Sekarang tersedia banyak sekali jenis cairan dipasaran. Kondisi  orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis.

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERHATIKAN  DALAM PEMBERIAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA
Dari Sisi  Pasien
Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi dan hemodinamik,  pasien dengan komplikasi  penyakit tertentu,  dan kekuatan jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter. 
Dari Sisi  Cairan
      1.      Kandungan  elektrolit cairan
a.       Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-, Ca++, laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.
b.      Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.
     2.      Osmolaritas  cairan
a.       Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena)
b.      Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan melalui vena sentral.
     3.      Kandungan  lain cairan
a.       Seperti disebutkan sebelumnya, selain elektrolit beberapa produk infus juga mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida.
b.      Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg++, Zn++ dan trace element lainnya.
      4.      Sterilitas cairan infus.
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain.  Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburden-based).
a.       Overkill: Pendekatan Overkill dilakukan untuk membunuh semua mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. Metoda ini sudah dikenal lebih dari satu abad yang lalu. Dengan cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan  asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain  suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.
b.      Non-overkill (bioburden-based) :sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.

Cairan infus yang dihasilkan oleh Otsuka Jepang termasuk PT Otsuka Indonesia mempergunakan pendekatan metoda Bioburden melalui proses dan teknologi sebagai berikut :
     A.    Bahan baku (Material)
1.      Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse Osmosis  yang memenuhi syarat,  dan penyediaan air untuk injeksi (water for injection) melalui unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121-140 oC yg bebas pirogen.
2.      Bahan baku dengan beban mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi batas yang dipersyaratkan

     B.     Proses (Metode).
1.      Proses produksi dengan semua komponen produk dan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan dilakukan secara otomatis.
2.      Design dan kebersihan ruang produksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dipantau secara berkala
3.      Pembersihan dan sanitasi peralatan serta fasilitas produksi yang tervalidasi dan terkendali.
4.      Penggunaan filter khusus untuk menjamin larutan bebas pirogen dan filter berukuran 0.22 mikron untuk menghilangkan kontaminasi mikroba dan partikel  pada tahap pengolahan larutan infus sebelum proses   pengisian kedalam botol. (Catatan, pirogen tidak akan hilang hanya dengan pemanasan 121 oC, dengan demikian pemanasan dengan suhu 121oC tidak memjamin bebas pirogen jika tidak difiltrasi)
5.      Pembuatan botol, dengan sistem  blow moulding pada suhu 1850 C dan pengisian larutan di bawah Laminar Air Flow.
6.      Proses sterilisasi akhir dari kemasan dan isi di otoklaf pada suhu yang   optimal sehingga tidak merusak zat-zat yang rentan seperti dekstrosa,  asam amino, albumin dll
7.      Pengendalian kualitas (quality control) yang ketat melalui pengujian secara kimia, fisika, mikrobiologi untuk memastikan kualitas larutan dan kemasan produk sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

      C.     SDM ( Sumber Daya Manusia)
Pelatihan  SDM  penerapan higiene perorangan untuk pengelolaan produk steril dan pemantauan kesehatan dilakukan secara berkala. Pendekatan bioburden umumnya lebih sesuai untuk produk infus dan telah digunakan secara luas di berbagai negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang.
Dari ulasan  persyaratan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang baik dalam terapi cairan, diperlukan teknologi dan pengalaman yang handal baik dari segi petugas kesehatan (dokter dan paramedik) dan produsen produk infus.
PT Otsuka Indonesia adalah perusahaan farmasi multinasional Jepang yang didirikan pada tahun 1975, dengan pabrik seluas 40.000 M2 berlokasi di Lawang-Malang, Jawa Timur. PT Otsuka Indonesia memiliki visi “Menjadi perusahaan yang paling unggul dalam sumbangsihnya untuk meningkatkan kesehatan umat manusia”. Selama lebih dari 30 tahun, PT Otsuka Indonesia telah memproduksi ratusan juta botol infus dan telah digunakan untuk menyelamatkan jutaan jiwa manusia. Bahkan produksi infusnya telah diekspor ke berbagai negara di Asia Pacific. Hingga saat ini Otsuka Jepang merupakan produsen infus terbesar di Asia, dimana pabriknya telah tersebar dibeberapa negara seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, Pakistan, China dan Taiwan.



Referensi

JP XV 2006
Sterile Dosage Forms 2nd Edition – Salvatore Turco & Robert E King, halaman 37
Validation of Aseptic Pharmaceutical Processes – F.J. Carleton and J.P. Agalloco halaman 266
USP XXX  2007 hal 669-676
Milala AS, Marchaban,Martono S. Optimasi Pembuatan Sediaan Infus Dekstrosa yang disterilkan pada suhu 115 oC. Artocarpus Media Pharmaceutica Indonesiana Vol 5 No 1 Maret 2005. Hal 1-10
PDA Journal of Pharmaceutical Science and Technology, Draft 18, Technical Monograph No 1, 2006 Revision
                           
Seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi April 2007 , Halaman: 44 (15559 hits)

                                                     

0 comments:

Post a Comment

 

Arifuddin, S.Kep Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger