By: Arifuddin, S.Kep
Alumni STIKes Madani Yogyakarta angkatan 2010
DEPRESI
PASCA PERSALINAN / POST PARTUM BLUES
Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarokaatuh...
Depresi pasca persalinan adalah suatu
depresi yang ditemukan pada perempuan setelah melahirkan, yang terjadi dalam
kurun waktu 4 pekan. Hal ini dapat berlangsung hingga beberapa bulan bahkan
beberapa tahun bila tidak diatasi. Satu hal yang perlu diketahui, sebenarnya
selain depresi pasca persalinan, terdapat jenis depresi yang lebih ringan pada
ibu setelah melahirkan, yaitu maternity blues atau post
partum blues atau baby blues, yaitu
gejala depresi yang biasanya dialami oleh perempuan setelah melahirkan antara
hari ke-7 hingga 14, yang terjadi untuk sementara waktu dan akan hilang dengan
sendirinya tanpa pengobatan. Pada pembahasan kali ini akan dikupas mengenai
depresi pasca persalinan, karena perlu penanganan yang lebih serius
dibandingkan dengan baby blues
Apa Saja Tanda dan Gejalanya?
Gejala-gejala yang ditemukan pada
depresi pasca persalinan serupa dengan gejala gangguan depresi pada umumnya
namun berkaitan dengan fungsi, peran, dan tanggung jawab sebagai ibu, terutama
dalam merawat atau mengurus bayi. Gejala-gejala tersebut yaitu seperti adanya
perasaan sedih, mudah marah, dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan
semangat yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan
dan malas mengurus anaknya, sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur, nafsu
makan menurun atau sebaliknya meningkat hingga mengalami penurunan atau
pertambahan berat badan yang bermakna, merasa lelah atau kehilangan energi,
kemampuan berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak
berguna hingga putus asa dan mempunyai ide-ide kematian yang berulang (berupa
ingin bunuh diri atau bahkan ingin membunuh bayinya).
Tanda dan gejala tersebut dapat muncul
bersamaan sekaligus atau hanya sebagian saja. Yang jelas, karena mengalami
tanda dan gejala tersebut, seorang ibu akan mengalami perasaan tertekan
sehingga sulit atau tidak dapat menjalankan fungsi dan aktivitasnya
sehari-hari. Oleh karena itu, ibu yang mengalami kondisi ini harus segera ditolong,
agar tidak terjadi kondisi yang membahayakan dirinya atau bayinya.
Apa Penyebabnya?
Penyebab yang pasti hingga kini belum
diketahui dan masih dalam penelitian para ahli. Namun demikian, terdapat
beberapa faktor risiko yang diperkirakan mempengaruhi terjadinya depresi pasca
persalinan, antara lain :
1. Rendahnya atau ketidakpastian dukungan
suami dan keluarga.
2. Keadaan atau kualitas bayi. Masalah
pada bayi tersebut antara lain adanya komplikasi kelahiran (misalnya perdarahan
yang terlalu banyak atau ibu mengalami infeksi, bayi yang lahir dengan jenis
kelamin yang tidak diharapkan, atau lahir dengan cacat bawaan).
3. Tidak siapnya seorang ibu dalam
menyambut kehadiran bayinya (kehamilan yang tidak diharapkan).
4. Adanya stressor (pemicu stress) bagi
seorang ibu, baik yang berkaitan dengan kehidupan sosial maupun kejiwaannya.
5. Terdapatnya riwayat depresi sebelumnya
atau masalah emosional lainnya pada seorang ibu.
6. Perubahan produksi hormon
(progesteron, estrogen, prolaktin, dan kortisol) pada masa nifas.
7. Keengganan ibu yang melahirkan untuk
mengungkapkan perasaan sedihnya, karena menganggap rasa sedih setelah
melahirkan akan hilang dengan sendirinya.
Faktor-faktor risiko ini perlu
ditelusuri untuk membantu proses penyembuhan dan mengantisipasi kondisi
berulangnya depresi setelah persalinan bayi berikutnya.
Adakah Dampaknya Terhadap Anak Yang
Dilahirkan?
Pada ibu yang mengalami depresi pasca
persalinan, minat dan ketertarikan terhadap bayinya menjadi berkurang. Ibu
sering tidak berespon positif (menyambut dengan hangat komunikasi yang
dilakukan oleh bayinya, baik melalui suara tangis, tatapan mata, ataupun gerak
tubuh) sehingga bayi akan berusaha lebih keras untuk menarik perhatian ibunya.
Misalnya pada saat merasa bingung, bayi memerlukan kenyamanan atau penentraman,
maka biasanya ia akan menangis. Bila ibu juga bingung atau marah atau sedih,
maka bayi akan menangis dengan suara lebih keras atau mungkin disertai gerakan
tubuh tertentu agar ibunya bisa menolongnya. Namun, ibu yang sedang depresi
tidak mampu mengenali kebutuhan bayinya sehingga tidak dapat berespon seperti
yang diharapkan dan dibutuhkan.
Ibu yang depresi juga tidak mampu
merawat bayinya secara optimal, karena merasa tidak berdaya atau tidak mampu sehingga
akan menghindar dari tanggung jawabnya. Akibatnya, kondisi kebersihan dan
kesehatan bayinya pun menjadi tidak optimal. Ibu juga tidak bersemangat
menyusui bayinya sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayinya tidak seperti
bayi-bayi yang ibunya tidak mengalami depresi.
Akibat lain depresi pasca persalinan
yaitu hubungan ibu dan bayi juga tidak optimal sehingga di kemudian hari
kepribadian anak menjadi kurang matang. Anak-anak tersebut memiliki ciri-ciri,
antara lain bertemperamen negatif (mudah tersinggung, mudah marah, kurang bisa
bertoleransi dengan orang lain), kurang bisa beradaptasi, intelegensi dan
prestasi akademik tidak optimal, sulit bekerjasama dengan teman sebaya, kurang
fokus dan konsentrasi sehingga mengganggu kegiatan belajar, bahkan dimungkinkan
juga akan memiliki perilaku yang menyimpang (suka menentang, membolos, bahkan
mencuri).
Dapatkah Diobati?
Depresi pasca persalinan insyaallah
dapat diatasi dan diobati bila tanda dan gejalanya dikenali, baik oleh ibu yang
mengalami atau orang-orang terdekat. Sebaliknya, bila dibiarkan berlarut-larut
dan tanpa upaya pengobatan akan berakibat buruk bagi ibu, bayi, dan anggota
keluarga lainnya. Pemberian obat bukan merupakan prioritas utama, bahkan
sedapat mungkin dihindari oleh dokter mengingat ibu masih menyusui bayinya.
Obat hanya diberikan pada kondisi yang sangat mendesak misalnya ibu sangat
gelisah atau pada kondisi yang mengancam keselamatan diri ibu dan bayinya. Pada
kondisi seperti ini biasanya ibu dianjurkan untuk dirawat secara intensif sampai
kondisinya tenang dan stabil.
Program pengobatan dibagi menjadi 2
bagian, yaitu :
1.
Pengobatan
terhadap ibu
a. Latihan relaksasi, bisa dengan
rekreasi, melakukan kegiatan yang disenangi, dan lain-lain.
b. Restrukturisasi kognitif, yaitu dengan
menentang perilaku dan pikiran negative yang muncu.
c. Pemecahan masalah, yaitu pemberian
alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi ibu.
d. Komunikasi, yaitu melatih kemampuan
ibu untuk mengutarakan perasaannya kepada orang-orang terdekat.
e. Menghibur ibu dengan berbagai cara,
seperti dengan memberi perhatian dan hadiah yang disukai, memasakkan makanan
kesukaan, menceritakan hal-hal yang menyenangkan, dan lain-lain.
f. Bila gejala berat baru diberikan obat
anti depresi.
2. Pengobatan terhadap hubungan ibu dan
bayinya
a. Menganjurkan ibu untuk merawat bayinya
sesering mungkin.
b. Menyediakan tempat yang nyaman bagi
ibu dan bayinya.
c. Mengajarkan ibu untuk melakukan kontak
fisik dengan bayinya seperti menyentuh, mencium, memeluk, dan memijat bayinya
dengan lembut.
d. Melibatkan anggota keluarga yang lain
dalam merawat bayi (seperti suami, nenek, dan lainnya).
e. Mengajak ibu dan bayinya untuk
sesekali menghirup udara di luar rumah, karena udara segar bisa memperbaiki
perasaan ibu dan bayinya.
f. Menyarankan ibu yang sedang muncul
perasaan negatifnya (marah, lelah, frustasi, kesepian) untuk meninggalkan
bayinya sejenak bersama orang lain. Setelah tenang dan stabil, ibu bisa menemui
bayinya kembali.
Kenali dan Hindari
Depresi pasca persalinan dapat dicegah
apabila para calon ibu, suami, dan keluarga mengetahui faktor-faktor risikonya.
Bila ada salah satu dari faktor risiko tersebut, diharapkan para calon ibu
dapat menghindarinya, atau bila tidak dapat dihindari sebaiknya segera mencari
pertolongan profesional (dokter, psikiater) agar pencegahan dapat dilakukan
sedini mungkin. Dengan demikian, diharapkan setiap ibu yang baru saja
melahirkan mampu berfungsi optimal dalam merawat, mengasuh, dan mendidik
anaknya hingga menjadi seseorang dengan jiwa dan kepribadian yang sehat.
Sudah seharusnya setiap muslimah
memahami betapa anak yang diamanahkan Allah pada dirinya harus dirawat dengan
baik. Oleh karena itu, selain upaya-upaya yang telah disebutkan di atas,
hendaknya setiap calon ibu membekali diri dengan ilmu agama dan ilmu yang mendukung
perannya dalam mengasuh dan mendidik anak. Demikian penjelasan mengenai depresi
pasca persalinan.
semoga bermanfaat.
***
Referensi :
1. dr. Sylvia D. Elvira, SpKJ (K), Buku
“Depresi Pasca Persalinan”. Tahun 2006. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ,Jakarta.
2. dr. Rusdi Maslim, Sp. KJ (editor),
Buku Saku “Diagnosis Gangguan Jiwa”, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Tahun
2002, Jakarta.
3. Heidi Murkoff, dkk. Buku ”Kehamilan,
Apa yang Anda Hadapi Bulan per Bulan”. Tahun 2006. Penerbit Arcan, Jakarta.
Sumber: dr. Avie Andriyani Ummu
Shofiyyah
Terimakasih telah berkunjung &
Semoga membawa manfaat bagi kita semua... :)
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi
Wabarokaatuh...
0 comments:
Post a Comment