Laporan Pendahuluan Atritis Reumatoid


By: Arifuddin, S.Kep
Alumni STIKes Madani Yogyakarta angkatan 2010
 
 
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.


Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982)
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo, 1994)
Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991).
Pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki.Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui.Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap penyakit

B. Rumusan Masalah
1.  Apa pengertian artritis reumatoid?
2. Apa etiologi artritis reumatoid?
3. Apa tanda dan gejala artritis reumatoid?
4. Apa patofisiologi artritis reumatoid?
5. Apa komplikasi artritis reumatoid ?
6. Apa pemeriksaan penunjangartritis reumatoid?
7. Apa penatalaksanaan/pengobatan artritis reumatoid?

C.   Tujuan
1.  Untuk mengetahui definisi dari artritis reumatoid
2. Untuk mengetahui patofisiologi artritis reumatoid
3. Untuk mengetahui apa saja penyebab dari artritis reumatoid
4. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dariartritis reumatoid
5. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan artritis reumatoid

D.  Manfaat
1.    Untuk mengetahui pengertian artris reumatoid.
2.   Dengan makalah ini diharapkan supaya para pembaca bisa lebih mengenalterhadap tanda dan gejala yang berhubungan dengan artritis reumatoid.
3.   Menyampaikan kepada para pembaca tentang asuhan keperawatan artritis rheumatoid.

  
 

BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1.    Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.   Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3.   Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4.   Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

B. Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui.Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini.Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif.Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab AR antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus.
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60 sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap stress.Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP dan sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas.

C. Patofisiologi
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.

D. Pathway
E. Tanda dan gejala
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
1.    Nyeri persendian
2.   Bengkak (Rheumatoid nodule)
3.   Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4.   Terbatasnya pergerakan
5.   Sendi-sendi terasa panas
6.   Demam (pireksia)
7.   Anemia
8.   Berat badan menurun
9.   Kekuatan berkurang
10.        Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
12.        Pasien tampak anemic

F. Komplikasi
a.   Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b.   Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
c.   Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
d.   Terjadi splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya untuk  menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.




G. Pemeriksaan Penunjang
1.     Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2.    Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
3.    Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
4.    Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
5.    Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
6.    Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen

H. Penatalaksanaan
1.    Medis
Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :
a.    Termoterapi
b.    Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
c.    Pemberian Obat-obatan :
Ø Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan pada dosis yang telah ditentukan.
Ø Obat-obat untuk Reumatoid Artitis : Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty Inflamatory).
2.     Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak. Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon, sinovektomi.
3.   Keperawatan
1.      Pendidikan :meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan prognosis penyakit ini
2.     Istirahat  : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
3.     Latihan     : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien.

I.  Diagnose Keperawatan
   1. Nyeri akut/ kronis b/d agen cedera biologis
   2. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal
   3. Deficit derawatan diri b/d ganghuan muskuloskeletal
   4. Kurang Pengetahuan b/d keterbatasan kognitif
   5. Resiko infeksi b/dtrauma


  J. Perencanaan
NOC
NIC
Pain level
1.    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.   Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.   Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.   Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5.   Tanda vital dalam rentang normal
6.   Tidak mengalami gangguan tidur
Pain management
1.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2.   Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.   Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4.   Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5.   Kurangi faktor presipitasi nyeri
6.   Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7.   Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
8.   Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
9.   Tingkatkan istirahat
10.                Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Mobility level
1.    Klien meningkat dalamaktivitasfisik.
2.   Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3.   Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4.   Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)


Exercise therapy : ambulation
1.    Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2.   Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.   Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
4.   Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5.   Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.   Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7.   Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8.   Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9.   Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan


Self care : Activity of Daily Living (ADLs)

0.  Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
1.  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan


Self Care assistane : ADLs
1.    Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2.   Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3.   Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4.   Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.   Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6.   Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7.   Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8.   Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 
Kowledge : health Behavior
1.    Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.   Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3.   Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
1.    Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2.   Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.   Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4.   Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.   Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
6.   Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7.   Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
8.   Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9.   Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
10.                Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yangtepat
Risk control
1.    Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.   Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3.   Jumlah leukosit dalam batas normal
4.   Menunjukkan perilakuhidup sehat.
5.   Status imun,gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

1.    Pertahankan teknik aseptif
2.   Batasi pengunjung bila perlu
3.   Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4.   Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5.   Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
6.   Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
7.   Tingkatkan intake nutrisi
8.   Berikan terapi antibiotik
9.   Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
10.              Pertahankan teknik isolasi k/p
11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
12.              Monitor adanya luka
13.              Dorong masukan cairan
14.              Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
15.              Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam






BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial.
Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik.Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi.Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang menetap.
Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut.Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki deformaitas.



DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby

Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). America : Mosby

Mansjoer, arif. Dkk.2009, kapita selekta kedokteran . Jakarta. Media aesculapius

Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit
edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2006

 Met Co-Pas aja dehh,, Semoga sedikit tulisan ini bermanfaat...



Created by: Arif-Mezz 





1 comments:

Obat Tradisional Radang Sendi said...

terimakasih banyak, sangat membantu sekali dan mudah di mengerti..

Post a Comment

 

Arifuddin, S.Kep Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger