Laporan Pendahuluan Stroke Non Hemoragic

By: Arifuddin, S.Kep | Gomezz Mezz

Alumni STIKes Madani Yogyakarta angkatan 2010


BAB I
PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIC



                  Oleh Arief Mahasiswa Semester IV Stikes Madani Yogyakarta




BAB I
PENDAHULUAN

   A.    LATAR BELAKANG
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologi yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat. Stroke adalah penyakit ketiga yang menyebabkan kematian dibeberapa negara berkembang. Setiap tahunnya sekitar 4,5 juta orang meninggal karena stroke. Stroke dapat terjadi pada semua umur tapi sebagian dialami oleh orang yang berusia lebih dari 70 tahun.
Hampir semua orang lanjut usia sedikitnya memiliki beberapa sumbatan pada suplai darah arteri ke otak, dan sebanyak 10% sebenarnya memiliki cukup banyak sumbatan untuk menyebabkan gangguan fungsi atau stroke. Di Amerika Serikat, wanita kulit putih dengan usia sekitar 50 tahun mempunyai resiko sekitar 20% menderita stroke dan 8% mempunyai resiko meninggal karena stroke. Sekitar 1 dari 6 wanita amerika meninggal karena stroke. Insidensi menderita stroke semakin meningkat pada usia lebih dari 65 tahun. Sekali wanita menderita stroke maka perjalanan penyakit dan prognosisnya lebih buruk bila dibandingkan dengan lakilaki. Faktor utama terjadinya stroke adalah usia, hipertensi dan aterosklerosis. Kebanyakan kasus stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotik yang terjadi pada satu atau lebih arteri yang memberi makanan ke otak. Plak biasanya mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, dan menghasilkan bekuan untuk membentuk dan menghambat arteri, dengan demikian menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area yang terlokalisasi.
SEKENARIO
“Sejak Rabu malam Bapak sudah gelisah dan tidsk mau bicara, kemudian saya sarankan untuk istirahat dan Bapak tidur tanpa saya temani agar bisa beristirahat dengan nyaman. Pada waktu subuh saya mendengar suara ‘gedebug’ saya kira Bapak jatuh dari tempat tidur, ternyata tidak, akhirnya saya tau kalau Bapak jatuh di tempat sholat sambil membawa kopiah seperti mau sembahyang, Bapak pingsan, lalu sadar tapi tidak bisa bicara dan pelo, tidak pusing, tidak muntah, tidak kejang, akhirnya saya bawa ke sini. Saat kejadian saya tidak melakukan apa-apa, langsung dibawa ke rumah sakit saja, wong bingung dan takut terjadi apa-apa”.

   B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi Stroke Non Hemoragic?
2.      Apa etiologi dari Stroke Non Hemoragic?
3.      Bagaimanakan patofisiologi Stroke Non Hemoragic?
4.      Bagaimanakah manifestasi klinis dari Stroke Non Hemoragic?
5.      Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan pada klien Stroke Non Hemoragic?
6.      Apa saja dignosa keperawatan yang muncul pada klien Stroke Non Hemoragic?

   C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk menjelaskan ulasan Stroke Non Hemoragic
2.      Untuk menjelaskan penyebab Stroke Non Hemoragic, tanda dan gejala serta patofisiologinya dalam tubuh
3.      Untuk mengetahui tindak lanjut intervensi keperawatan pada klien yang Stroke Non Hemoragic.

   D.    MANFAAT PENULISAN
1.      Memberikan penjelasan kepada khalayak umum supaya mengetahui bahayanya Stroke Non Hemoragic  pada diri seseorang
2.      Menyampaikan pada pembaca tentang cara pengobatan dan asuhan keperawatan pada klien Stroke Non Hemoragic dengan baik dan benar





BAB II
TINJAUAN TEORI
STROKE NON HEMORAGIC




BAB II
TIJAUAN TEORI
   
  A.    DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hal-1110)
Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hal- 17)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130)

   B.     ANATOMI FISIOLOGI


Gambar 1. Vaskularisasi Otak

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan  masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.

Gambar 2. Stenosis pada arteri karotis

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri
serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.

   C.    ETIOLOGI
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
1.      Thrombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebabutama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau  kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2.      Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3.      Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4.      Haemorhagi serebral
a.    Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b.    Patofisiologi    Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c.    Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d.    Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

   D.    PATOFISIOLOGI
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder .

Gambar 3. Bekuan darah/Emboli
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.


Gambar 4. Bekuan darah

Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

   E.     FAKTOR RESIKO
1.      Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2.      Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
3.      Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
4.      Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
5.      Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
6.      Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
7.      Merokok
Manifestasi Klinis Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
8.      Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan menimbulkan perdarahan.
9.      Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
10.  Penyalahgunaan obat (kokain)
11.  Konsumsi alcohol
12.  Lain–lain, Lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit darah, asam urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.

   F.     MANIFESTASI KLINIS
      Gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
1.      Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
2.      Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a.       Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
b.      Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
c.       Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
3.      Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihata.
4.      Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
5.      Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
6.      Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik. (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2133-2134)

  G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic:
1.      CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
2.      Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
3.      Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4.      Magnatik Resonan Imaging (MRI):
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5.      Ultrasonografi Dopler :
Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6.      Sinar X Tengkorak:
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
7.      Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Pemeriksaan Laboratorium:
1.      Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama.
2.      Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 139)

  H.    PENATALAKSANAAN
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
1.      Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a.       Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b.      Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2.      Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3.      Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4.      Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5.      Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
6.      Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
Pengobatan Konservatif
1.      Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2.      Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3.      Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

   I.       PENGKAJIAN  PROSES KEPERAWATAN
1.      Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
2.      Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3.      kekakuan atau flaksiditas leher.
4.      Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.
5.      Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6.      Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
7.      kemampuan untuk bicara
8.      Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
9.      Riwayat hipertensi, kebiasaan merokok, kebiasaan makanan dan umur.

Dari pengkajian secara umum tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.       Pengkajian Primer
1)      Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2)      Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
3)      Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

b.      Pengkajian Sekunder
1)      Aktivitas dan istirahat
Ø  Data Subyektif
kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Ø  Data obyektif
Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan.
2)      Sirkulasi
Ø  Data Subyektif
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial), polisitemia.
Ø  Data obyektif
Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG, Pulsasi: kemungkinan bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
3)      Integritas ego
Ø  Data Subyektif
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Ø  Data obyektif
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan, kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.



4)      Eliminasi
Ø  Data Subyektif
Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)
5)      Makan/ minum
Ø  Data Subyektif
Nafsu makan hilang, nausea/vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Ø  Data obyektif:
Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring) Obesitas (faktor resiko).
6)      Sensori Neural
Ø  Data Subyektif
Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA).
v  Nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid, kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati, penglihatan berkurang.
v  Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
v  Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Ø  Data obyektif
v  Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
v  Ekstremitas: kelemahan/paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
v  Wajah: paralisis/parese (ipsilateral).
v  Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/kombinasi dari keduanya.
v  Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
v  Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
v  Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
7)      Nyeri/kenyamanan
Ø  Data Subyektif
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Data obyektif
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
8)      Respirasi
Ø  Data Subyektif
Perokok (factor resiko).
9)      Keamanan
Ø  Data obyektif
Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. idak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali, gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh, gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
10)  Interaksi social
Ø   Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).



   J.      DIAGNOSA KEPERAWATAN BESERTA APLIKASI NOC DAN NIC
1.      Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder, adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah
Ø  Tujuan Keperawatan:
a.       Klien tidak gelisah
b.      Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
c.       GCS 456
d.      Pupil isokor, reflek cahaya
e.       Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit)
Ø  Intervensi:
a.       Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
b.      Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c.       Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua Jam
d.      Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e.       Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f.       Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
g.      Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

2.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat (defek anatomis, perubahan neuromuscular pada system penglihatan, pendengaran dan apparatus fonatori)
Ø  Tujuan keperawatan:
a.       Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
b.      Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
c.       Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
d.      Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
e.       Mampu berbicara yang koheren
f.       Mampu menyusun kata – kata/ kalimat
Ø  Intervensi:
a.       Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
b.      Bedakan antara afasia dengan disartria
c.       Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
d.      Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana
e.       Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut
f.       Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”
g.      Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek
h.      Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu
i.        Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi)
j.        Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien
k.      Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien
l.        Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara


3.      Hambatan mobilitas bergerak/berpindah berhubungan dengan gangguan neuromuscular
Ø  Tujuan keperawatan:
a.       Pertahankan posisi optimal
b.      Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
c.        Mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas
  Ø  Intervensi
a.       Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur
b.      Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu
c.       Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya
d.      Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak
e.       Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral
f.       Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan
g.      Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling berhadapan
h.      Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
i.        Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker)
j.        Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan
k.      Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien
l.        Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi
m.    Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan trolen
(Doenges 2000, Nanda 2009, NOC 2004, NIC 2004)








BAB III
PENUTUP
STROKE NON HEMORAGIC



BAB III
PENUTUP

  A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1.      Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik.
2.      Etiologi dari Stroke Non Hemoragic adalah:
a.       Thrombosis serebral
b.      Embolisme serebral
c.       Iskemia serebral
d.      Haemorhagi serebral
3.      Patofisiologi Stroke Non Hemoragic, Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
4.      Manifestasi klinis dari Stroke Non Hemoragic adalah:
a.       Kehilangan motorik
b.      Kehilangan komunikasi (Disatria, Disfasia dan Apraksia)
c.       Defisit lapang pandang
d.      Defisit sensori
e.       Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikolog
f.       Disfungsi kadung kemih
5.      Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain:
a.       CT Scan
b.      Angiografi serebral
c.       Fungsi lumbal
d.      Magnatik Resonan Imaging (MRI)
e.       Ultrasonografi Dopler
f.       Sinar X Tengkorak
g.      Elektro Encephalografi (EEG)
h.      Pemeriksaan darah lengkap
6.      Diagnosa Keperawatan yang muncul antara lain:
a.       Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder, adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah
b.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat (defek anatomis, perubahan neuromuscular pada system penglihatan, pendengaran dan apparatus fonatori)
c.       Hambatan mobilitas bergerak/berpindah berhubungan dengan gangguan neuromuscular

  B.     SARAN
1.      Bagi mahasiswa
         a.       Persiapan diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada klien Stroke Non Hemoragic.
         b.      Jika melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien Stroke Non Hemoragic harus sesuai dengan teori yang telah dipelajari.
        c.       Hendaklah jangan segan untuk bertanya kepada dosen instruktur atau membaca buku tentang hal-hal yang belum jelas yang berkaitan dengan  masalah Stroke Non Hemoragic.
       d.      Selalu semangat ketika berdiskusi dan selalu bekerjasama ketika dalam belajar kelompok.
     e.       Bagi mahasiswa di harapkan bisa melaksaikanakan tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.

2.      Bagi kampus/Dosen pembimbing
         a.       Mohon bimbingannya supaya kami lebih memahami tentang konsep Stroke Non Hemoragic.
         b.      Kami harapkan tidak bosan untuk memperhatikan dan mendengarkan konsultasi dari mahasiswa.







REFERENSI

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.

Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.

Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.

Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.


Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997.

Herdman Heather T, Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Editor edisi bahasa Indonesia Monica Ester, Jakarata: EGC, 2009.

Jurnal, Informasi Tentang Data Stroke, Obat Stroke, Pengobatan Stroke, Rehabilitasi Stroke. Dalam bentuk Jurnal. Diambil dari http://data-stroke.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. Diakses di internet 13 April 2012

Linda Juall Carpenito, 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta. EGC



By: Arifuddin, S.Kep | Gomezz Mezz
Alumni STIKes Madani Yogyakarta angkatan 2010

Met Co-Pas aja dehh,, Semoga sedikit tulisan ini bermanfaat... 

1 comments:

Anonymous said...

Waaaahhh,, sempurna banget LPnya mas... sangat membatu sekali dalam menyelesaikan tugas kuliahku, Terima kasih

Post a Comment

 

Arifuddin, S.Kep Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger